Dalam Risalah Qusyairiyah, sabar dibagi dalam beberapa hal: sabar terhadap apa yang diupayakan, dan sabar terhadap apa yang tanpa diupayakan. Mengenai sabar dengan upaya, terbagi menjadi dua: sabar dalam menjalankan perintah Allah, dan sabar dalam menjauhi larangan-Nya. Adapun mengenai sabar terhadap hal-hal yang tidak melalui upaya dari si hamba, maka kesabarannya terletak dalam menjalani ketentuan Allah yang menimbulkan kesukaran baginya. Dalam ruang inilah, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menambatkan makna kesabaran. Bagi beliau, sabar, jika menurut tasawuf yang benar, terkait dengan ikhlas. Sehingga orang yang sabar, ya orang yang ikhlas menerima pepesten (kepastian) Tuhan. Intinya disini. Jadi orang yang penerimaan terhadap kepastian Tuhan goyang, maka sabarnya juga goyang. Ini semua berangkat dari kesadaran bahwa kekuasaan berada di tangan Allah, sehingga kesabaran, berarti keikhlasan menerima kuasa-Nya. Menurut Gus Dur, "Tasawuf dari dulu sampai hari ini, selalu bergulat dalam besaran-besaran antara kekuatan manusia dan kekuatan Tuhan. Nah kekuatan Tuhan itu mutlak. Itulah ukuran segalanya. Jadi kekuatan manusia diukur dari sini. Lha ini yang namanya sabar. Sabar untuk mengikuti aturan Tuhan. Seperti dijelaskan dalam Ihya' 'Ulumuddin karya Imam al-Ghazali." Lalu bagaimana indikasinya? Indikasinya adalah, ketika manusia tunduk kepada motivasi agama daripada motivasi ego. Tetapi memang sangat sulit menerapkannya dalam kenyataan. Karena apa yang kita katakan sebagai motivasi agama ternyata motivasi ego. Ini yang bikin ruwet. Permasalahannya, dalam ruang batin kita ada dua sisi yang saling bergulat. Yakni kesadaran bahwa manusia musti sabar terhadap ketentuan dan kekuasaan Allah, dengan potensi kemerdekaan manusia sendiri. Celah ini yang menurut Gus Dur, hendak ditutup oleh tasawuf. Itu yang membuat kalau tidak bisa sabar sekaligus, ya latihan, melalui wiridan, dsb. Sampai pada satu titik, ketika kondisi spiritual (hal) telah permanen, untuk menaungi segenap resiko kesabaran. "Saya sendiri pernah menjadi Ihkwanul Muslimin di Jombang. Berarti ini Islam sebagai alternatif tho. Tapi belakangan saya meyakini bahwa Islam sebagai komplemen. Jadi sabarnya saya, ketika menyadari bahwa Islam itu komplemen (penyempurna). Ini semua lahir dari keyakinan bahwa Tuhan Maha Tinggi." Apa kaitannya dengan sabar? Dalam kaitan ini, al-Hujwiri mengatakan, "Allah itu Maha Besar. Ia tidak memerlukan pembuktian akan kebesaran-Nya. Ia Maha Besar karena Ia Ada. Apa yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya. Bila engkau menganggap Allah ada hanya karena engkau merumuskannya, hakikatnya engkau sudah menjadi kafir," tutur Gus Dur untuk menjelaskan makna batiniyah dari posisi Islam yang tidak dijadikan sebagai alternatif. "Artinya, kesabaran bagi seorang mu'min, ternyata ada pada kerendahatian untuk tidak berhasrat "membela Islam", karena kebesaran Tuhan telah ada (qadim), jauh sebelum dan tanpa usaha (yang ternyata terselipi nafsu) manusia untuk menjadi "tentara Allah" yang mengharamkan tata dunia bentukan kesepakatan hidup. Ternyata, dibutuhkan kesabaran untuk menjadi hamba Tuhan, tanpa klaim sebagai hamba yang "paling bertuhan". |