Kelurahan Kedingding Lor termasuk Kecamatan Kenjeran Kotamadya Surabaya. Di atas tanah kurang lebih 3 hektare ini dilakukan pengembangan Pesantren Fitriyah, diasuh Kiai Ahmad Asrari, putra Kiai Utsman Al-Ishaqi. Namanya dinisbatkan pada Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri. Kiai Utsman berputra 13 orang.

Kiai Utsman adalah murid Kiai Ramli Tamim. Ia dibaiat sebagai mursyid bersama Kiai Makki Karangkates Kediri dan Kiai Bahri Mojosari Mojokerto.

Kiai Utsman mengembangkan tarekat di Kedingding Lor Surabaya. Penerusnya Kiai Ahmad Asrori. Dikembangkan kegiatan khushushiyah setiap Ahad pertama bulan Hijriyah di Jatipurwo dan Ahad kedua di Kedingding Lor. Pengikut kegiatan bisa mencapai rata-rata 4.000 orang (lebih banyak dari Rejoso dan Cukir ang jumlah rata-rata 1.000 orang).Dalam perkembangannya penerus Tarekat Kedingding Lor, Kiai Hilmi Ahmad, mengemukakan sikap pendirinya, bahwa tarekatnya netral, tidak memihak salah satu organisasi sosial politik manapun. Alasannya, kegiatan tarekat untuk ibadah, dzikir kepada Allah, taqarrub kepada Allah. Meskipun sikap politiknya netral, Tarekat Kedingding Lor memiliki hubungan luas, bahkan bisa mengakses kekuasaan. Misalnya Kiai Ahmad Asrari, salah seorang mursyid, ketika peringatan seratus hari wafatnya Ibu Tien Soeharto, ia didapuk memimpin tahlil akbar, baik di ndalem Kalitan Solo maupun di makan Astana Giri Bangun, Karanganyar.

Putra pendiri Tarekat Kedingdin Lor, Kiai Minan suatu ketika bertanya kepada ayahnya, Kiai Utsman, saat berjalan bersama menuju tempat pemungutan suara (TPS). "Sebaiknya memilih OPP (Organisasi Peserta Pemilu) mana?" Sang ayah menjawab, "Pemilu itu Luber, terserah kamu pilih yang mana. Kalau saya ngomong yang saya pilih, berarti tidak Luber lagi."