Berziarah ke makam Syekh Jambukarang sambil menikmatipanorama puncak perbukitan Cahya di belahan utaraKabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.Matahari baru saja menyeruak di ufuk timur ketikasinar kemerah-merahan memancar ke seluruh penjuru.Langkah kaki penduduk desa tampak berjalan beriringanmenuju ladang, menelusuri jalan batu setapak berundakyang di kanan kirinya curam. Embun pagi, udara dingin,dan sepoi angin khas pegunungan, mewarnai perjalananke Makam Syekh Jambukarang, seorang tokoh dakwahIslam untuk kawasan Purbalingga dan sekitarnya.Makamnya terletak di desa Panusupan, KecamatanRembang, Kabupaten Purbalingga. Kawasan makam itu terletak sekitar 20 kilometer arahutara kota Purbalingga. Dibutuhkan waktu sekitar 30menit dengan menggunakan mikro bus jurusanBobotsari-Rembang (arah monumen Jenderal Sudirman).Sesampai di desa Rajawana, perjalanan dilanjutkandengan mobil pick up, bak terbuka jurusanRajawana-Panusupan sekitar empat kilometer. Dari desa Panusupan, perjalanan dilanjutkan denganberjalan kaki sejauh satu kilometer. Jalan setapakyang dilapis semen membelah desa itu mengantar kitamencapai gerbang makam. Di sini, setiap pengunjungdikenai biaya restribusi dan mengisi buku tamu.“Masih jauh, Pak?” tanyaku sambil membayar retribusisebesar 3000 rupiah kepada salah seorang juru kunci.“Sekitar empat kilo lagi, Mas,” jawabnya.Kemudian kita diajak menelusuri jalan selebar satumeter yang kondisinya naik turun di lembah perbukitanhijau pada belahan timur kaki gunung Slamet. Sejauhmata memandang, yang tampak hanya rerimbunan ilalangdan hijaunya perbukitan. Sepanjang perjalanan, sepoiangin pegunungan menghadirkan kicau burung hutanmenemani tiap langkah pendakian. Sesekali berpapasandengan satu rombongan kecil peziarah yang pulang darimakam.Kondisi jalan yang terjal dan licin itu mengharuskankita meluangkan waktu sekitar dua jam meski jaraknyahanya empat kilo. Karenanya perlu stamina dan bekalyang cukup. Sebagian peziarah percaya bahwa makam SyekhJambukarang keramat sehingga menjadi rujukan khusustempat bertawasul, menyampaikan doa dengan perantarawali. “Saya datang ke sini agar dagangan saya makin laris,”tutur Ny. Sutini yang datang dari Kab. Cirebon. Iadatang beserta tiga anggota keluarganya. Umumnya, peziarah datang pada malam Minggu Pon danRabu Pon. Namun, paling ramai ketika pergantian tahun.Banyak anak muda menghabiskan malam panjang di sinisambil menyelami wisata spiritual, meraihberkah-berkah di dalamnya. Peziarah disarankanmengamalkan bacaan ayat Kursi, sebab dalam ayat Kursiterdapat bermacam-macam fadillah.Tiga cahaya.Syeh Jambukarang ketika muda bergelar Adipati Mendang(R. Mundingwangi). Ia putra Prabu Brawijaya MahesaTandreman, Raja Pajajaran I. Sejak muda ia senang dengan ilmu kanuragan. Walauberhak menjadi raja Pajajaran, tetapi ia lebihtertarik menjadi pendeta. Tahta kerajaan diserahkanpada adiknya, R Mundingsari yang dinobatkan pada tahun1190.Ia kemudian bertapa di gunung Jambu Dipa, atau GunugKarang, di Karesidenan Banten, Jawa Barat. Sewaktubertapa terlihat olehnya tiga cahaya di belahan timuryang menjulang tinggi ke angkasa. Maka bersama 160pengikutnya, dicarilah letak cahaya itu. Sungai danpekatnya hutan pegunungan disusuri. Setelah melewati daerah Kerawang, Sungai Comal, GunungCupu, Gunung Kraton sampailah mereka ke Desa Rajawana.Setelah mendaki perbukitan Ardi Lawet, mereka tiba diGunung Panungkulan (gunung Cahya), desa Grantung,kecamatan Karangmoncol, Purbalingga. Di puncak bukititu mereka mendirikan pertapaan.Dalam saat yang bersamaan, di negara Arab ada seorangmubaligh bernama Syekh Atas Angin. Ia keturunanRasulullah SAW dari Sayyidina Ali. Sesudah salatsubuh, ia mendapat ilham bahwa di sebelah timurterdapat tiga cahaya putih yang menjulang tinggi keangkasa. Maka beserta 200 pengiring, ia menempuhperjalanan mencari sumber cahaya itu. Mula-mularombongan ini singgah di Gresik kemudian merapat diPemalang, menuju Gunung Cahya. Di tempat sumber cahayaini, Syekh Atas Angin melihat R Mundingwangi sedangbertapa. “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakutuh,” sapaSyekh Atas Angin.Yang diberi salam diam saja, sebab Mundingwangi belummemeluk Islam. Keduanya kemudian terlibat dalam adukesaktian. Ternyata Mundingwangi kalah dan bersediamasuk Islam. Selanjutnya Mundingwangi diberi Ilmu Kewalian digunung Kraton yang terletak di sebelah utarapegunungan Cahya dan diberi gelar Pangeran Wali SyekhJambukarang. Konon, pada saat berlangsungnya penurunanIlmu kewalian, semua pegunungan di sekitar bukitKraton puncaknya tunduk mengarah ke gunung Kraton.Tapi ada sebuah gunung yang tidak tunduk puncaknya,maka gunung tersebut diberi nama gunung Bengkeng(membandel). Untuk menyempurnakan keislamannya, PangeranJambukarang menunaikan ibadah haji ke Mekah.Sekembalinya dari Tanah Suci ia dikenal sebagaiMubalig Agung dan diberi gelar Haji Purba. Konon, iajuga memiliki beberapa kekeramatan, pecinya dapatterbang ke angkasa, menumpuk telur di udara satupersatu tidak jatuh, menggandeng tempat-tempat air diangkasa, dan lain-lain.Sebagai rasa terima kasih, Wali Syekh Atas Angindikawinkan dengan salah seorang putrinya, NyaiRubiahbekti. Perkawinan ini melahirkan tiga putra dandua putri, Wali Mahdum Husen, Mahdum Medem, MahdumUmar, Nyai Rubiahraja, dan Nyai Rubiyahsekar. Setelah menamatkan ilmu kewalian pada Syekh AtasAngin, ia kemudian mendirikan padepokan danmenyebarkan dakwah Islam di wilayah Purbalinggadibantu Santri Agung, salah seorang santrinya.Keduanya dikuburkan berdampingan di puncak gunungCahya. Kelak, keturunan Syekh Jambukarang banyak mengabdikepada Kasultanan Demak. Pangeran Wali Makhdum Husein,salah seorang putranya, gigih mengusir tentaraPajajaran yang menyerang daerah Cahyana karenaperbedaan pandangan agama. Salah seorang cicitnya yang sangat berperan dalammenyambung silaturahmi dengan Demak adalah SyekhMahdum Wali Prakosa (Wali yang kuat sekali), yangtidak lain cucu Wali Mahdum Husein. Ia adalah pembuatsoko guru, tiang masjid Demak bersama Sunan Kalijaga.Salah satu tiang tersebut kemudian terkenal dengannama soko tatal. Ia meluruskan arah masjid Demak kekiblat dengan menggunakan palu besar. Sultan Demakmemberikan piagam penghargaan khusus kepada Syeh WaliPrakosa di Cahyana atas pengabdiannya yang besar dalammelakukan dakwah di tanah Jawa |