hamba yang hina

Name: Aku
rumah: Di dalam aku
hamba:Jalantrabas Jalan Yang Cepat Menuju Ilahi

 

KOLOM BERITA

 

ARCHIEVES

 

SHOUTBOX

 

Pengunjung

geovisite
geovisite

 

Links

 
 

Sunday, 18 November 2007
KI AGENG NGABDURAHMAN SELA

KI AGENG NGABDURA
HMAN SELA

ki Ageng Ngabdurrahman Sela atau yang terkenal dengan nama Ki Ageng Selo hidup sezaman dengan wali songo. Makamnya terletak di Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo + 10 km sebelah timur kota Purwodadi. Sebagai obyek wisata spiritual, makam Ki Ageng Selo selalu ramai dikunjungi para peziarah. Sebutan “ Sela “ mungkin berkaitan dengan adanya “ bukit berapi yang berlumpur, sumber - sumber garam dan api abadi yang keluar dari dalam bumi yang banyak terdapat di daerah Purwodadi atau Grobogan tersebut. Ki Ageng Selo dipercaya oleh masyarakat Jawa sebagai cikal bakal yang menurunkan raja-raja di Tanah Jawa, seperti raja Mataram, Surakarta dan Yogyakarta hingga saat ini. Ki Ageng Sela, menurut cerita dalam babad tanah Jawa (Meinama, 1905; Al - thoff, 1941), adalah keturunan Majapahit. Raja Majapahit, Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning. Dari putri ini lahir seorang anak laki - laki yang dinamakan Bondan Kejawan. Karena menurut ramalan ahli nujum anak ini akan membunuh ayahnya, maka Bondan Kejawan dititipkan kepada juru sabin raja bernama Ki Buyut Masharar. Setelah dewasa, Bondan Kejawan diberikan kepada Ki Ageng Tarub untuk menimba ilmu agama Islam dan ilmu kesaktian. Oleh Ki Ageng Tarub, namanya diubah menjadi Lembu Peteng. Bondan Kejawan atau Lembu Peteng dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Ki Ageng Tarub atau Kidang Telangkas tidak lama meninggal dunia, dan Lembu Peteng menggantikan kedudukan mertuanya, dengan nama Ki Ageng Tarub II. Dari perkawinan antara Lembu Peteng dengan Nawangsih melahirkan anak Ki Getas Pendowo dan seorang putri yang menikah dengan Ki Ageng Ngerang. Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh, diantaranya adalah Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela terkenal sebagai orang yang sangat zuhud, dermawan dan banyak tirakat. Beliau sering bertapa dihutan, gua, dan gunung. Disamping itu beliau juga bertani menggarap sawah. Hasil sawahnya dibagi - bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup mereka berkecukupan, Ki Ageng Sela juga mendirikan Madrasah, untuk mendidik masyarakat agar paham dan taat beragama. Muridnya banyak berdatangan dari berbagai penjuru daerah. Salah satu muridnya adalah Mas Karebet calon Sultan Pajang Hadiwijaya. Dalam bertapa, Ki Ageng selalu memohon kepada Allah Swt, agar dikaruniai keturunan yang akan menjadi raja besar yang menguasai seluruh Jawa. Ki Ageng Selo termasuk auliya' yang mempunyai banyak keramat. Diantara keramat beliau adalah," ketika Sultan Demak , Sultan Trenggana masih hidup. Pada suatu hari Ki Ageng Sela pergi ke sawah. Hari itu langit diliputi awan yang sangat gelap. Tidak lama kemudian hujan lebat turun, petir menyambar-nyambar. Tetapi Ki Ageng Sela tetap saja menyangkul tanpa memperdulikan hujan dan bahayanya. Baru sebentar Ki Ageng Selo mencangkul, datanglah “petir “ menyambar-nyambar Ki Ageng Selo, berwujud seorang kakek. Kakek itu cepat ditangkap, kemudian diikat disebuah pohon, dan Ki Ageng selo meneruskan mencangkul sawah. Setelah cukup, dia pulang dan “petir “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan Trenggono. Oleh Sultan Trenggono “petir “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun - alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “petir “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “petir“ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah suara yang menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ petir" tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek petir hancur berantakan. Ki Ageng Sela mempunyai istri yang bernama Nyai Bicak dan mempunyai putra tujuh orang yaitu : Nyai Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba (Wanasaba), Nyai Ageng Basri, Nyai Ageng Jati, Nyai Ageng Patanen, Nyai Ageng Pakis Dadu, dan bungsunya putra laki - laki bernama Kyai Ageng Enis. Kyai Ageng Enis berputra Kyai Ageng Pamanahan yang menikah dengan putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri Kerajaan Mataram. Adik Nyai Ageng Pamanahan bernama Ki Juru Martani. Ki Ageng Enis juga mengambil anak angkat bernama Ki Panjawi. Mereka bertiga dipersaudarakan dan bersama - sama berguru kepada Sunan Kalijaga bersama dengan Sultan Pajang Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Enis diminta bertempat tinggal didusun lawiyan, maka kemudian terkenal dengan sebutan Ki Ageng Lawiyan. Ketika dia meninggal juga dimakamkan di desa Lawiyan. ( M. Atmodarminto, 1955 : 1222 ). Karena para raja –raja Surakarta dan Yogyakarta mengetahui dan paham bahwa Ki Ageng Sela adalah nenek moyangnya, maka zairah ke makam Ki Ageng Sela sampai sekarang masih ditradisikan oleh raja - raja Surakarta dan Yogyakarta tersebut. Biasanya sebelum Grebeg Mulud, utusan dari Surakarta datang ke makam Ki Ageng Sela untuk mengambil api abadi yang selalu menyala didalam makam tersebut. Begitu pula tradisi yang dilakukan oleh raja - raja Yogyakarta Api dari Sela dianggap mempunyai banyak keramat. Bahkan dikatakan bahwa dahulu pengambilan api dilakukan dengan memakai arak - arakan, agar setiap pangeran juga dapat mengambil api itu dan dinyalakan di rumah masing - masing. Menurut Shrieke ( II : 53), api sela itu sesungguhnya mencerminkan “asas kekuasaan bersinar “. Bahkan data - data dari sumber babad mengatakan bahkan kekuasaan sinar itu merupakan lambang kekuasaan raja - raja didunia. Lahirnya Rasulullah Saw bersamaan dengan datangnya sinar yang mampu memadamkan sinar api pemujaan di negara Persia. Bayi Ken Arok bersinar, pusat Ken Dedes bersinar; perpindahan kekuasaan dari Majapahit ke Demak diwujudkan karena adanya perpindahan sinar; adanya wahyu kraton juga diwujudkan dalam bentuk sinar cemerlang. Dari pandangan tersebut, api sela mungkin untuk bukti penguat bahwa di desa Sela terdapat pusat Kerajaan Medang Kamulan yang tetap misterius itu. Di Daerah itu Reffles masih menemukan sisa - sisa bekas kraton tua ( Reffles, 1817 : 5 ). Peninggalan itu terdapat di daerah distrik Wirasaba yang berupa bangunan Sitihinggil. Peninggalan lain terdapat di daerah Purwodadi. (Bq, dari berbagi sumber)
posted by Jalan trabas @ 23:02  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home